Siapa tak kenal Ki Hadjar Dewantara? Bapak Pendidikan Indonesia yang hari lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional satu bangsa. Bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (baca: Suwardi Suryaningrat) lahir pada 2 Mei 1889 dan wafat pada 26 April 1959, lalu sejak 1923 menjadi Ki Hadjar Dewantara, adalah Menteri Pendidikan Republik Indonesia yang pertama. Melalui pemikiran-pemikiran beliau yang melalui zamannya, beliau mendirikan Taman Siswa yang merupakan sebuah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh pendidikan. Yang sebelumnya hanya diberikan pada kaum priyayi dan orang-orang Belanda. Dari sekian banyak pemikiran beliau, saya sarikan beberapa pemikiran dalam tulisan ini. Berikut pemikiran-pemikiran beliau yang melintasi masa, tak lekang oleh waktu, dan masin relevan hingga kini.
Pemikiran-Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Berikut adalah beberapa pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang saya dapat tuliskan dan gambarkan secara ringkas. Beberapa pemikiran belum saya cantumkan. Jika ada pembaca yang ingin menambahkan, dipersilakan.
Patrap Triloka
Ini merupakan pemikiran yang paling populer dari Ki Hadjar Dewantara. Semboyan Ing Ngarso Sung Tulado, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani berarti di depan memberi teladan, di tengah maka membangun ide dan gagasan, di belakang memberikan dorongan. Tut Wuri Handayani bahkan dijadikan semboyan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Adapun pemahaman saya terhadap semboyan ini adalah sebagai berikut.
Sebagai pendidik, jika kita berada di depan dalam arti sebenarnya maupun konotatif, maka kita harus menjadi teladan atau contoh bagi murid-murid dan orang lain. Teladan dalam berbagai hal, baik dalam bersikap, berfikir, hingga berbicara. Ini persis dengan akronim kata ‘guru’ yang berarti harus dapat digugu dan ditiru. Orang yang menjadi teladan atau orang yang dicontoh tentunya harus dapat menularkan hanya hal-hal baik saja, bukan hal-hal tidak baik. Ini tentunya akan dapat membuat pendidik terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari waktu ke waktu.
Sebagai pendidik, jika berada di tengah-tengah murid maka kita harus dapat berbaur, bersahabat, dan berteman bersama mereka. Dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan murid agar dapat diterima dengan baik. Dengan begitu tidak hanya diri kita yang diterima dengan baik, namun jika ada pemikiran, ide, gagasan yang kita sampaikan maka akan mudah diterima dengan baik pula.
Sebagai pendidik juga, saat berada di belakang harus dapat memberikan motivasi atau dorongan terhadap murid-murid. Maksud di belakang ini juga dalam arti sebenarnya maupun konotatif. Misal di belakang sebagai guru yang membimbing peserta lomba. Atau makna di belakang sebagai pendidik yang mengarahkan bukan menarik-narik atau memaksa. Bukan pula pendidik yang menempatkan diri sebagai palu terhadap paku, namun sebagai petani terhadap tanaman.
Budi Pekerti
Secara pengertian, budi pekerti merupakan perpaduan antara gerak pikiran (cipta), perasaan (rasa), kehendak/kemauan (karsa), sehingga menimbulkan tenaga (karya). Ki Hadjar Dewantara sangatlah fokus terhadap budi pekerti ini. Dalam pemikirannya, beliau menyampaikan bahwa pendidikan harus dapat menuntun anak untuk memperbaiki laku/perbuatannya, bukan dasarnya, agar semakin baik budi pekertinya. Budi pekerti melatih anak untuk memiliki kesadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya sendiri atau kemerdekaan diri dan kemerdekaan orang lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara, budi pekerti dapat tumbuh dengan baik dalam keluarga. Keluarga menjadi tempat paling utama untuk melatih kecerdasan budi pekerti ini.
Kodrat Keadaan
Menurut Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Kodrat ini berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam segala sesuatu yang berkaitan dengan ‘sifat’ dan ‘bentuk’ lingkungan dimana anak berada. Misal dimana anak tinggal, dimana anak dibesarkan, budaya apa yang ada dan tumbuh bersama anak, hingga bagaimana kehidupan sosial masyarakat di tempat anak hidup. Anak yang tinggal di pegunungan dengan anak yang tinggal di pantai akan berbeda dalam segala hal atau kodratnya, begitu juga jika dilihat lebih jauh lingkup yang lebih luas, misal negara.
Sedangkan kodrat zaman, berkaitan dengan dengan ‘isi’ dan ‘irama’. Isi dan irama ini lebih kepada konten dan waktu. Setiap anak yang dilahirkan pada waktu atau zaman yang berbeda pasti akan menerima kodrat yang berbeda pula. Maka akan berbeda pula bagaimana menuntunnya dalam mendidik. Pendidikan harus dapat menyesuaikan sesuai kodrat zaman.
Asas Trikon
Pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara yang terakhir yang dapat saya tulis yaitu tentang kontinuitas, konvergensi, dan konsentris dalam hal kebudayaan dan pendidikan. Dalam hal kebudayaan, Ki Hadjar Dewantara memiliki pemikiran bahwa kemajuan kebudayaan harus berupa kelanjutan langsung dari kebudayaan itu sendiri. Jadi kebudayaan itu tidak berubah tanpa ada dasar pijakan, atau berubah secara perlahan dan berkesinambungan (kontinu) menuju arah yang lebih baik. Arah itu menuju atau memusat pada satu titik (konvergen) yaitu kepada kesatuan kebudayaan dunia. Dimana kebudaayaan ini tetap memiliki sifat kepribadian dalam lingkungan kemanusiaan sedunia tersebut (konsentris).
Adapun dalam hal pendidikan dapat dijabarkan sebagai berikut. Dalam menjawab perubahan kodrat zaman, pendidikan harus tetap berakar pada nilai budaya atau identitas utama sebuah masyarakat, jadi perlahan dan berkesinambungan dalam menjawab kodrat zaman tersebut (kontinu). Tujuan pendidikan juga mengarah pada satu titik, yaitu harus tetap memanusiakan manusia dan memperkuat kemanusiaan (konvergen). Namun walaupun menuju pada satu titik/pusat, pendidikan harus tetap menghargai keragaman yang ada atau pribadi masing-masing anak (konsentris). Ini juga menandakan bahwa pendidikan harus berpihak pada anak.
Sumber: Modul 1.1. Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional, Video Interpretasi Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Diskusi Virtual Elaborasi Pemahaman Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
Tugas 1.1.a.6. Demonstrasi Kontekstual – Modul 1.1